Sabtu, 07 Maret 2020

Cerita Anak - Seorang Anak yang Bercita-cita Menjadi Koki


SEORANG ANAK YANG BERCITA-CITA MENJADI KOKI
Oleh : Ilmy Sulthon
Cerita Anak Bercita-cita Menjadi Koki

Di suatu kota hiduplah seorang anak perempuan yang tinggal bersama paman dan bibinya. Ia diberi nama Sekar. Ayah dan ibu Sekar sudah meninggal dunia akibat peristiwa kebakaran di rumah mereka dahulu.
Sekar adalah anak yang rajin belajar dan suka menabung. Ia menabung untuk masa depannya. Ia bercita-cita ingin menjadi pengusaha, meneruskan usaha kue yang pernah dibangun oleh orang tuanya.
Sekar sempat belajar cara membuat kue dari sang ibu. Jadi, ia sering membantu bibi membuat dan menjual kue kepada teman-temannya. Sehari-hari Sekar bersekolah di sebuah SMP Swasta tidak jauh dari rumah. Ia anak yang baik, disayang dan disukai oleh guru-guru termasuk Bu Ripa, kepala sekolah. Teman-temannya juga menyukai Sekar karena ia anak yang ramah dan suka menolong.
Kue-kue yang dijual oleh Sekar enak rasanya. Pernah waktu ibu guru bertanya tentang cita-cita semua siswa di kelas, Sekar menjawab ingin menjadi chef, lebih tepatnya ingin menjadi pengusaha kue dan makanan. Semua teman-teman bertepuk tangan mendukungnya.
Pada suatu pagi Sekar ingin berangkat ke sekolah. Ia lebih dulu sarapan nasi dan makan kue buatan Bibi agar perutnya tidak kosong serta belajarnya lebih berkonsentrasi. Sekar selalu datang tepat waktu. Ia langsung mengambil sapu dan membersihkan ruang kelas yang kotor bersama beberapa temannya.
Ketika bel berbunyi, Sekar segara berbaris dengan rapi. Ia tertib mendengarkan pengarahan yang diberikan oleh guru di depan. Saat berada di ruang kelas pun ia selalu tertib mengikuti pelajaran.
Waktu istirahat siswa dan siswi membeli jajanan ke kantin, tetapi Sekar tidak. Ia membuka bekal yang dibawanya dari rumah. Uang jajannya ia tabung.
“Sekar aku mau beli kuemu. Dua potong, ya,” kata Cici, teman sebangku Sekar, ingin membeli kue.
“Ini, Ci. Silakan ambil. Terima kasih, ya.” Sekar memberikan dua potong kue jualannya.
Beberapa teman yang lain juga ikut membeli kue Sekar sampai kuenya habis.
Bel masuk berbunyi, Bu Ripa kepala yayasan masuk ke dalam ruang VII, kelas Sekar. Bu Ripa menyampaikan bahwa akan ada workshop untuk anak-anak sekolah tingkat menengah. Temanya adalah “Memaksimalkan Bakat untuk Meraih Cita-cita”. Akan dipilih dua peserta dari sekolah ini.
“Untuk itu buatlah satu tulisan tentang bakatmu di kertas double folio. Nanti akan ibu seleksi dan pilih dua siswa untuk mengikuti workshop itu. Silakan manfaatkan kesempatan ini.”
Setelah Bu Ripa menyampaikan pengumuman, selanjutnya kelas dikembalikan kepada ibu guru. Bu guru menyuruh murid-murid merapikan peralatan belajarnya karena sebentar lagi akan pulang.
Teng teng teng…
Anak-anak bersorak hore. Mereka menyalami ibu guru dan berlari menuju pintu kelas untuk keluar. Sekar keluar paling akhir. Sekolah pun sepi, tidak ada suara anak-anak karena semua sudah pulang.
Ketika di perjalanan Sekar berpikir kalau ini adalah kesempatannya untuk bisa belajar lebih jauh lagi untuk memaksimalkan bakat memasaknya dan menjadi koki serta pengusaha kue. Sudah lama ia menantikan hal ini.
“Tapi bagaimana caranya agar aku terpilih, ya? Tulisan apa yang harus kubuat?” pikir Sekar.
Ketika sampai di rumah Sekar membersihkan diri, kemudian ia mulai membantu Bibi membuat kue dan memasak makan siang untuk semua. Kali ini Sekar memasak lebih banyak dan membuat bermacam-macam kue untuk dijajakan di kedai Bibi.
Setelah makan siang Sekar mulai memikirkan tulisan yang ingin dibuatnya.
Aku suka memasak, berarti bakatku ada di bidang memasak. Dan tulisan yang harus aku buat adalah tentang masak-memasak. Hmm.
Hampir satu jam Sekar menulis hingga setengah halaman. Ia menuliskan cita-citanya, keistimewaan memasak, hingga cara-cara membuat beberapa macam kue dan makanan. Kemudian ia menyimpan alat tulisnya untuk merapikan rumah sejenak.
Selesai salat magrib dan berdoa untuk orang tua serta keluarganya Sekar kembali melanjutkan tulisannya.
“Bagaimana tulisanmu, Nak?” tanya Bibi.
“Sedikit lagi selesai, Bi.”
“Oh, syukurlah. Ini beberapa hasil jualan tadi, Nak, untuk ditabung.” Bibi memberikan beberapa lembar uang kepada Sekar.
“Terima kasih, Bi.” Sekar menerimanya dengan senang.
Keesokan harinya adalah hari penyerahan tulisan. Sekar berdoa ketika mengumpulkan tulisannya ke tangan bu guru. Ternyata dari kelasnya hanya lima orang saja yang ikut mengumpulkan.
“Baiklah, anak-anak. Hasilnya akan diumumkan nanti siang sebelum pulang sekolah. Berdoalah semoga kalian lolos.”
“Baik, Bu …,” jawab anak-anak yang ikut serta.
Seperti biasa Sekar mengikuti pelajaran dengan baik. Ia menjawab pertanyaan yang diajukan bu guru setelah dijelaskan. Jam istirahat Sekar memakan bekalnya dengan lahap.
Bel masuk pun berbunyi. Semua peserta menunggu hasilnya penasaran. Bu guru dan Bu Ripa masuk ke kelas untuk mengumumkan siapa yang akan mengikuti workshop.
“Setelah membaca dan memerhatikan tulisan yang kalian buat tentang cita-cita kalian, maka kami, guru-guru memutuskan yang kali ini berkesempatan mengikuti workshop adalah ….”
Wah, Sekar sangat bahagia bukan main. Namanya ikut disebut. Seluruh kelas bertepuk tangan dan memberi selamat kepada dua peserta yang lolos.
“Selamat, ya, Sekar,” kata Bu Ripa.
“Terima kasih, Bu.” Sekar menyalami Bu guru dan Bu Ripa.
Sekar bersyukur artinya ia bisa belajar lebih dalam lagi untuk lebih dekat menggapai cita-citanya sebagai koki.

***
  
BIODATA PENULIS

Ilmy Sulthon lahir di Sei Kamah, 10 Juli 2007. Beralamat di Desa Sei Kamah II, Kecamatan Sei Dadap, Kabupaten Asahan, Sumatra Utara. Anak ketiga dari lima bersaudara. Ilmy mempunyai hobi menulis dan menggambar. Usia sekarang 12 tahun dan sedang duduk di bangku kelas VII. Ia juga suka membaca buku-buku cerita di rumah dan di sekolah.

0 comments:

Posting Komentar