SEORANG ANAK YANG BERCITA-CITA MENJADI KOKI
Oleh : Ilmy Sulthon
Di suatu kota hiduplah seorang anak
perempuan yang tinggal bersama paman dan bibinya. Ia diberi nama Sekar. Ayah
dan ibu Sekar sudah meninggal dunia akibat peristiwa kebakaran di rumah mereka
dahulu.
Sekar adalah anak yang rajin belajar
dan suka menabung. Ia menabung untuk masa depannya. Ia bercita-cita ingin
menjadi pengusaha, meneruskan usaha kue yang pernah dibangun oleh orang tuanya.
Sekar sempat belajar cara membuat
kue dari sang ibu. Jadi, ia sering membantu bibi membuat dan menjual kue kepada
teman-temannya. Sehari-hari Sekar bersekolah di sebuah SMP Swasta tidak jauh
dari rumah. Ia anak yang baik, disayang dan disukai oleh guru-guru termasuk Bu
Ripa, kepala sekolah. Teman-temannya juga menyukai Sekar karena ia anak yang
ramah dan suka menolong.
Kue-kue yang dijual oleh Sekar enak
rasanya. Pernah waktu ibu guru bertanya tentang cita-cita semua siswa di kelas,
Sekar menjawab ingin menjadi chef, lebih
tepatnya ingin menjadi pengusaha kue dan makanan. Semua teman-teman bertepuk
tangan mendukungnya.
Pada suatu pagi Sekar ingin
berangkat ke sekolah. Ia lebih dulu sarapan nasi dan makan kue buatan Bibi agar
perutnya tidak kosong serta belajarnya lebih berkonsentrasi. Sekar selalu
datang tepat waktu. Ia langsung mengambil sapu dan membersihkan ruang kelas
yang kotor bersama beberapa temannya.
Ketika bel berbunyi, Sekar segara
berbaris dengan rapi. Ia tertib mendengarkan pengarahan yang diberikan oleh
guru di depan. Saat berada di ruang kelas pun ia selalu tertib mengikuti
pelajaran.
Waktu istirahat siswa dan siswi
membeli jajanan ke kantin, tetapi Sekar tidak. Ia membuka bekal yang dibawanya
dari rumah. Uang jajannya ia tabung.
“Sekar aku mau beli kuemu. Dua
potong, ya,” kata Cici, teman sebangku Sekar, ingin membeli kue.
“Ini, Ci. Silakan ambil. Terima
kasih, ya.” Sekar memberikan dua potong kue jualannya.
Beberapa teman yang lain juga ikut
membeli kue Sekar sampai kuenya habis.
Bel masuk berbunyi, Bu Ripa kepala
yayasan masuk ke dalam ruang VII, kelas Sekar. Bu Ripa menyampaikan bahwa akan
ada workshop untuk anak-anak sekolah tingkat menengah. Temanya adalah
“Memaksimalkan Bakat untuk Meraih Cita-cita”. Akan dipilih dua peserta dari
sekolah ini.
“Untuk itu buatlah satu tulisan
tentang bakatmu di kertas double folio.
Nanti akan ibu seleksi dan pilih dua siswa untuk mengikuti workshop itu.
Silakan manfaatkan kesempatan ini.”
Setelah Bu Ripa menyampaikan
pengumuman, selanjutnya kelas dikembalikan kepada ibu guru. Bu guru menyuruh
murid-murid merapikan peralatan belajarnya karena sebentar lagi akan pulang.
Teng
teng teng…
Anak-anak bersorak hore. Mereka
menyalami ibu guru dan berlari menuju pintu kelas untuk keluar. Sekar keluar
paling akhir. Sekolah pun sepi, tidak ada suara anak-anak karena semua sudah
pulang.
Ketika di perjalanan Sekar berpikir
kalau ini adalah kesempatannya untuk bisa belajar lebih jauh lagi untuk
memaksimalkan bakat memasaknya dan menjadi koki serta pengusaha kue. Sudah lama ia menantikan hal ini.
“Tapi bagaimana caranya agar aku
terpilih, ya? Tulisan apa yang harus kubuat?” pikir Sekar.
Ketika sampai di rumah Sekar
membersihkan diri, kemudian ia mulai membantu Bibi membuat kue dan memasak
makan siang untuk semua. Kali ini Sekar memasak lebih banyak dan membuat bermacam-macam
kue untuk dijajakan di kedai Bibi.
Setelah makan siang Sekar mulai
memikirkan tulisan yang ingin dibuatnya.
Aku
suka memasak, berarti bakatku ada di bidang memasak. Dan tulisan yang harus aku
buat adalah tentang masak-memasak. Hmm.
Hampir satu jam Sekar menulis hingga
setengah halaman. Ia menuliskan cita-citanya, keistimewaan memasak, hingga
cara-cara membuat beberapa macam kue dan makanan. Kemudian ia menyimpan alat
tulisnya untuk merapikan rumah sejenak.
Selesai salat magrib dan berdoa
untuk orang tua serta keluarganya Sekar kembali melanjutkan tulisannya.
“Bagaimana tulisanmu, Nak?” tanya
Bibi.
“Sedikit lagi selesai, Bi.”
“Oh, syukurlah. Ini beberapa hasil
jualan tadi, Nak, untuk ditabung.” Bibi memberikan beberapa lembar uang kepada
Sekar.
“Terima kasih, Bi.” Sekar
menerimanya dengan senang.
Keesokan harinya adalah hari
penyerahan tulisan. Sekar berdoa ketika mengumpulkan tulisannya ke tangan bu
guru. Ternyata dari kelasnya hanya lima orang saja yang ikut mengumpulkan.
“Baiklah, anak-anak. Hasilnya akan
diumumkan nanti siang sebelum pulang sekolah. Berdoalah semoga kalian lolos.”
“Baik, Bu …,” jawab anak-anak yang
ikut serta.
Seperti biasa Sekar mengikuti
pelajaran dengan baik. Ia menjawab pertanyaan yang diajukan bu guru setelah
dijelaskan. Jam istirahat Sekar memakan bekalnya dengan lahap.
Bel masuk pun berbunyi. Semua
peserta menunggu hasilnya penasaran. Bu guru dan Bu Ripa masuk ke kelas untuk
mengumumkan siapa yang akan mengikuti workshop.
“Setelah membaca dan memerhatikan
tulisan yang kalian buat tentang cita-cita kalian, maka kami, guru-guru
memutuskan yang kali ini berkesempatan mengikuti workshop adalah ….”
Wah, Sekar sangat bahagia bukan
main. Namanya ikut disebut. Seluruh kelas bertepuk tangan dan memberi selamat
kepada dua peserta yang lolos.
“Selamat, ya, Sekar,” kata Bu Ripa.
“Terima kasih, Bu.” Sekar menyalami
Bu guru dan Bu Ripa.
Sekar bersyukur artinya ia bisa
belajar lebih dalam lagi untuk lebih dekat menggapai cita-citanya sebagai koki.
***
BIODATA
PENULIS
Ilmy Sulthon lahir
di Sei Kamah, 10 Juli 2007. Beralamat di Desa Sei Kamah II, Kecamatan Sei
Dadap, Kabupaten Asahan, Sumatra Utara. Anak ketiga dari lima bersaudara. Ilmy mempunyai hobi menulis dan
menggambar. Usia sekarang 12 tahun dan sedang duduk di bangku kelas VII. Ia
juga suka membaca buku-buku cerita di rumah dan di sekolah.